Sabtu, 04 Juni 2011

Holocaust Abad 20

     Dunia tercengang, tak ada yang beranggapan hal ini akan berlarut-larut sehingga banyak yang berpendapat dunia masih kanak-kanak. Dimulai ketika manusia lahir dari manusia pertama yang bernama Adam, salah seorang tokoh yang terdapat dalam agama samawi, yaitu Islam, Kristen, Katholik, dan Yahudi. Dari Adam, kemudian diciptakanlah Hawa (dalam Kristen, Katholik, dan Yahudi adalah Eve), kemudian mereka berdua hidup bersama hingga Allah mengusir mereka dari surga, ke suatu tempat yang kini bernama bumi.
     Mereka berdua lalu beranak pinak dan lahirlah manusia di bumi, yang terus berkembang dan berkembang, hidup dari satu benua ke benua lain, membentuk berbagai macam ras dan etnis yang diceritakan secara berbeda-beda namun berarti satu oleh setiap agama. Mereka, pada awalnya sebagai manusia pertama, hidup rukun. Damai dan sejahtera. Tak ada satupun dari mereka, tidak Adam ataupun Hawa (Eve), mengira kalau suatu saat keturunan-keturunan mereka akan saling bunuh dan terpecah-pecah.
Adam dan Hawa (Eve) adalah nenek moyang umat manusia dalam agama samawi
    Dalam agama Yahudi, Moses adalah pemimpin umat. Seorang Moses juga disebutkan dalam Alkitab orang Kristen dan Katholik. Begitu juga dalam Al-Qur'an umat muslim, di mana Moses adalah Musa. Umat Yahudi sangat taat dan menjalani perintah-perintah Tuhan yang tertulis dalam Taurat (Torah), dan pergi ke sinagoge adalah kegiatan rutin umat Yahudi yang tak bisa dipungkiri. Kemudian lahirlah agama Kristen yang amat mentaati Yesus Kristus yang rela disalib demi menebus dosa semua umatnya. Alkitab agama Kristen mengajarkan bagaimana hidup rukun dan kebaktian pada Tuhan, namun kemudian agama Kristen terpecah menjadi Protestan dan Katholik. Ada juga yang namanya Lutheran, sebuah agama Kristen yang mayoritas terdapat di Skandinavia. Anglikan adalah agama yang dianut Kerajaan Inggris. Yesus Kristus atau Isa bukan hanya seorang tokoh dalam agama Kristen. Dalam agama Islam, Isa juga menjadi satu dari 25 rasul (utusan) Allah yang mendapat gelar Ulul Azmi, yakni 5 rasul yang paling sabar dalam menyebarkan dakwahnya, bersama dengan Nuh, Ibrahim, Musa, dan Muhammad. Penyaliban juga ada dalam Al-Qur'an umat muslim, namun dengan penuturan dan penafsiran yang berbeda dengan Alkitab umat Kristen.
Yesus Kristus adalah tokoh terbesar umat Kristiani
      Agama samawi terakhir sekaligus agama terbesar kedua di dunia setelah Kristen dan Katholik yang digabung adalah Islam. Agama ini mayoritas dianut oleh orang-orang Asia dan Afrika Utara. Di Eropa, Islam dianut oleh mayoritas rakyat Turki, Albania, Siprus Utara, dan Bosnia-Herzegovina. Di Semenanjung Arab, Islam adalah mayoritas di setiap negara selain Israel, satu-satunya negara di dunia yang mayoritas rakyatnya adalah Yahudi. Di Afrika Utara, agama Islam menyebar dari Sahara Barat, kemudian ke Maroko, Aljazair, Tunisia, Libya, Mesir, dan Sudan Utara. Di bagian tengah Afrika, yakni Somalia, Eritrea, dan Mauritania, agama Islam juga menjadi mayoritas. Kemudian agama ini terus menyebar hingga ke Persia (sekarang Iran), Pakistan, Afganistan, sebagian India, Bangladesh, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Kepulauan Indonesia. Asia Tengah, yakini Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Kirgiztan yang penduduknya berkulit putih adalah negara bekas Uni Soviet yang mayoritas muslim. Di benua Amerika, terutama di utara, penyebaran agama Islam mengalami hambatan akibat sikap antipati rakyatnya. Sementara itu, agama Islam mulai mengalami penyebaran cukup cepat di Rusia, Inggris, Makedonia, Bulgaria, Yunani, dan Italia. Rusia adalah negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak kedua di Eropa setelah Turki.
Al-Qur'an, kitab suci umat muslim
       Keempat agama ini lahir dalam satu akar dan berkembang di tempat yang relatif berdekatan. Kristen dan Katholik berkembang luas di Eropa sementara Islam di seberang Laut Tengah. Yahudi sangat kuat di Israel dan juga di Eropa. Kenyataannya, tiga dari empat agama ini adalah yang terbesar di dunia. Jumlah pemeluk agama Kristen dan Katholik menempati peringkat pertama agama di dunia, disusul Islam di peringkat kedua. Sisanya adalah pemeluk agama Hindu (mayoritas di India, Nepal, dan Bhutan), Buddha (Cina, Korea, Thailand), dan Yahudi (Israel). Selain itu ada juga agama Shinto (Jepang), Druze, Taosime, dan lain-lain hingga atheisme (tak berTuhan). Atheisme adalah kepercayaan sesat yang banyak dianut orang Cina, Korea, Amerika Serikat, Afrika, dan Eropa.
Taurat, kitab suci umat Yahudi, dan Bintang Daud, simbol umat Yahudi
     Kendati lahir dari ayah yang sama, yakni Adam, agama samawi justru adalah agama yang paling sering bertikai ketimbang agama-agama lainnya. Islam dianggap musuh sejati Yahudi, dan Yahudi sangat dekat dengan Kristen dan Katholik. Pertikaian tidak hanya terjadi satu-dua kali. Bermula dari Raja Palestina yang merasakan keirian akan Kakbah yang sering dikunjungi umat muslim. Raja itu menyerbu untuk menghancurkan Kakbah, yang kemudian dimusnahkan oleh burung Ababil yang melempari mereka dan menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat. Tak hanya sampai di situ. Agama Islam dan samawi lainnya hampir tak pernah luput dari pertikaian. Perang Salib (Crusaders) adalah puncaknya, yaitu perebutan kota suci Jerusalem yang silih berganti diduduki kedua belah pihak. Perang Salib bahkan dibagi menjadi empat periode yang sama dahsyat, di mana Richard The Lionhart ada di pihak Kristiani dan Saladdin ada di pihak muslim. Perang Salib adalah perang dahsyat, di mana akhirnya tak ada pihak yang menang. Richard dan Saladdin akhirnya bertemu dan meletakkan pedang mereka di tanah sambil tertunduk hormat penuh kekaguman satu sama lain. Mereka menyatakan perang sudah berakhir, tetapi kenyataannya masih ada duri dalam daging antara kedua belah pihak.
Perang Salib, konflik agama samawi yang paling kental
      Umat Kristen Ortodoks Yunani semakin tak suka ketika Kekaisaran Turki Ottoman (Usman) merebut Constantinople, ibukota Kekaisaran Byzantium yang Katholik. Constantinople adalah kota teraman yang dikelilingi laut, yakni Laut Tengah, Laut Marmara, dan Selat Bosporus. Ketika Turki merebut kota ini, banyak rakyat bersembunyi di gereja-gereja sambil berdoa karena ketakutan. Sultan memerintahkan prajuritnya untuk tidak melakukan kekerasan pada penduduk, dan salah seorang pastor akhirnya memberanikan diri untuk keluar dari gereja untuk bicara dengan Sultan, memohon agar tidak melukai rakyat. Kemudian Sultan membalasnya dengan meminta pastor agar menenangkan seluruh rakyat. Seketika itu juga nama Constantinople diubah menjadi Istanbul, dari kata Islambul, yang artinya Kota Islam. Setelah itu banyak rakyat Constantinople yang masuk Islam seiring berjalannya waktu.
    Awalnya tak pernah ada kekerasan yang secara frontal diungkapkan kedua belah pihak. Setelah tumbangnya Kekaisaran Ottoman Turki pada Perang Dunia I, wilayah jajahan Turki muslim diberikan pada kaum Kristen Inggris dan Perancis. Turki menyerahkan Sahara Barat, Maroko, Mauritania, Lebanon, Suriah, dan Tunisia pada Perancis. Libya diberikan pada Italia, dan Inggris mendapat kekuasaan atas Palestina, Yaman, Irak, Oman, Kuwait, Bahrain, Jordania, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Pihak Perancis, Italia, dan Inggris tak pernah memaksakan keagamaan pada jajahan-jajahannya. Mereka mengizinkan kaum muslim beribadah dan membangun masjid, sementara mereka sendiri membangun gereja atas seizin pemerintah protektorat dan rakyat. Pihak Eropa Kristen sangat menghormati umat muslim, dan tak sedikit pula kisah-kisah roman percintaan yang ditulis banyak pengarang tentang wanita Arab dan tentara Inggris. Budaya muslim dan Kristen membaur hingga satu per satu negara menyatakan kemerdekaan mereka.
Sultan Turki memasuki Constantinople
       Justru kekerasan muncul setelah kemerdekaan. Konflik sektarian sering terjadi antara Eropa dan Arab, tetapi didalangi oleh Amerika Serikat. Parlemen Amerika Serikat menuduh Mesir melakukan kekerasan terhadap Kristen Koptik di sana. Pernyataan ini dibantah mentah-mentah, bukan oleh pemerintah Mesir ataupun ulama, melainkan oleh pendeta Koptik sendiri. Beliau mengatakan tak ada kekerasan di Mesir, semua damai, dan itu hanya akal-akalan Amerika Serikat. Mosi tidak percaya bahkan terjadi di Iran yang dipimpin oleh Syah Reza, Sultan Iran. Banyak yang berpendapat Syah dikendalikan oleh Barat. Muslim Syiah sangat membenci hal itu. Dan kasus ini berujung pada penggulingan Syah dalam Revolusi Islam Iran 1979, yang dipimpin Imam Ayatullah Khomeini. Sejak saat itulah Iran dipandang sangat berbahaya oleh Barat, Amerika Serikat, dan Israel, terutama ketika pemerintah Republik Islam Iran mengadakan pengayakan uranium di Bushehr.
Imam Ayatullah Khomeini, pemimpin tertinggi Republik Islam Iran
      Konflik sangat besar terjadi ketika pendirian negara Yahudi Israel di Tanah Arab pada 1948. Dalam tahun-tahun pertamanya, negara baru itu langsung diserang oleh negeri tetangga, yakni Mesir, Suriah, dan Jordania. Israel, yang mendapat bantuan penuh dari Eropa dan Amerika Serikat, langsung dapat dengan mudah mematahkan perlawanan, membuat negara-negara Arab harus menelan kekalahan yang memalukan. Itu belum apa-apa. Mesir dan Suriah, yang paling dipermalukan, merencanakan serangan lagi atas Israel. Kali ini mereka berencana menghancurkan Tel Aviv secara total, dan Jordania turut terlibat dalam serangan ini.
       Tetapi yang dihancurkan lagi-lagi pihak Arab. Israel memukul mundur mereka. Tak hanya itu, negara kecil tersebut juga berhasil menduduki wilayah yang luasnya dua kali wilayah Israel. Mereka merebut Gurun Sinai dari Mesir, Dataran Tinggi Golan dari Suriah, dan Jerusalem Timur dari Jordania. Perang belum berhenti ketika Mesir berusaha meti-matian membendung serangan Israel yang berusaha mengusir mereka dari Sinai. Uni Soviet turun tangan guna mencegah kekalahan Mesir, dan melihat tindakan ini, Amerika Serikat, yang masih dalam perang dingin, segera memberi bantuan lebih banyak untuk mencegah kekalahan Israel dari Mesir yang disokong Uni Soviet.
Deklarasi Kemerdekaan Israel 1948
       Melihat situasi yang semakin memburuk, Israel dan Mesir setuju menandatangani perjanjian damai. Isinya adalah Israel bersedia mengembalikan Gurun Sinai dan perjanjian damai harus ditaati kedua pihak. Setelah itu, Jordania menyusul mengakui Israel dan perang di kawasan sempat terhenti hingga Israel menginvasi Lebanon pada 1978. Kekerasan yang dilakukan Partai Zionis Israel membuat kebencian lebih dalam umat muslim pada Yahudi. Kekentalan rasa benci ini menyebar dan terus menyebar, tumbuh dalam diri setiap umat muslim dan menjadi doktrin yang tak terpatahkan. Setelah itu, mulailah bermunculan muslim-muslim radikal yang merasa tidak puas dengan sudut pandang Barat yang cenderung diskriminatif dan pemerintah negara-negara Arab muslim yang menjadi boneka Amerika Serikat.
        Dalam hal ini, lihat saja perilaku GCC, Dewan Keamanan Teluk, yang mendiskriminasikan kaum Syiah dan Iran. Negara-negara anggota GCC justru mendukung keperluan Amerika Serikat yang sudah jelas-jelas menjadi sekutu Israel. Oleh karena itu, sangatlah munafik jika pemerintah Arab menanamkan doktrin anti-Yahudi pada rakyatnya sedangkan mereka sendiri mendukung sekutu-sekutu mereka.
Pertemuan GCC selalu menghasilkan kepentingan Amerika Serikat
Inti
       Dalam entri kali ini, tidak akan kita bahas masalah politik dan kebijakan kontroversial yang selalu dibahas sebelum-sebelumnya. Jika saat itu kita melihat dari sudut pandang para pemimpin tamak yang gila, sekarang kita akan berpikir dari sisi rakyat sipil. Tak ada keuntungan mutlak yang akan didapat dari kekerasan. Lihat saja bagaimana Irak harus menanggung akibatnya. Sementara negeri mereka dilanda kelaparan dan bom-bom terorisme meledak di mana-mana, mereka yang tinggal di perbatasan hanya bisa memandang kemakmuran negeri lain. Semisal rakyat Irak yang ada di ujung selatan. Mereka hanya bisa mengiri hati melihat kemakmuran Kuwait, yang kaya minyak tak berbeda dengan negeri mereka. Hanya bisa berpikir mengapa sesama produsen minyak mentah harus mengalami jurang kesenjangan yang begitu jauh. Lalu mereka yang di sebelah timur, hanya bisa memandangi kemajuan Iran, yang menjadi salah satu kekuatan kawasan yang disegani.
      Itu baru di Irak. Marilah kita telaah kehidupan rakyat Afganistan. Garis batas antara Afganistan dan negara-negara Asia Tengah eks-Uni Soviet hanyalah sungai sedalam 2 meter. Gadis-gadis Afganistan yang malang, yang para prianya sudah diutus untuk turut berperang melawan Taliban, hanya bisa berduka dan mengamati makmurnya negeri tetangga yang tergabung dalam CIS. Rakyat Uzbekistan, Turkmenistan, dan Tajikistan terlihat sangat damai. Gedung-gedung pencakar langit, jalan tol, dan mobil-mobil yang melintas. Mereka hanya bisa duduk termenung dan bertanya-tanya 'bagaimana ya rasanya naik mobil?' sementara mereka sendiri tak pernah sekalipun naik mobil.
      Penderitaan tak akan pernah berhenti selama manusia belum bisa saling memahami. Perbedaan yang paling sering menjadi pemicu adalah agama, etnis, dan budaya. Sungguh ironis melihat justru agama yang paling berdekatanlah yang paling sering bertikai. Islam, Kristen, Katholik, dan Yahudi, seperti yang telah disampaikan tadi, adalah agama yang lahir dari satu akar, melalui Adam. Banyak yang berpendapat pemicu pertikaian adalah perbedaan. Namun, mengapa kali ini lain? Mengapa justru persamaan akar-lah yang membuat kita saling mencurigai?
     Pada dasarnya, semua tergantung pemerintah. Pemerintah Zionis Israel menolak memberikan kemerdekaan Palestina selama Fattah tak mau melepas hubungan dengan Hamas yang dianggap terorisme. Israel juga menolak melepaskan jalur Gaza dan Tepi Barat. Padahal mayoritas rakyat Israel, yang Yahudi sekalipun, sudah mulai sadar dan mencintai perdamaian. Mereka turun ke jalan-jalan ibukota Tel Aviv, meminta Perdana Menteri Netanyahu segera menyelesaikan masalah yang sudah berlarut-larut. Rakyat Israel sudah bosan berperang. Rakyat Israel sudah muak dianggap penjahat oleh tetangga-tetangga Arabnya. Rakyat Israel ingin segera menjalin perdamaian yang pasti dinanti-nantikan seluruh umat manusia. Rakyat Arab muslim juga sama. Mereka terus mengeluhkan pembantaian yang dilakukan tentara zionis Israel di Palestina dan Lebanon. Mereka hanya ingin pemerintah Israel menarik pasukannya keluar dan perdamaian pasti akan tercipta. Mereka mengeluhkan pemerintah mereka yang kaku dan munafik. Namun sekali lagi, para pemimpin mengambil alih segalanya.
       Tidak semua umat muslim adalah radikal seperti Taliban dan Al Qaeda. Doktrin 'muslim adalah teroris' selama ini tertanam dalam benak rakyat Eropa Barat, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru. Seperti halnya kepahaman, ada beberapa dari umat muslim yang melenceng dan sesat. Itulah yang melahirkan muslim radikal dan Ahmadiyah. Umat muslim juga tak boleh menganggap semua orang Yahudi adalah jahat. Umat Yahudi hanya menjalankan keyakinan mereka. Sebagaimana ajaran Islam, Kristen, dan Katholik. Yahudi adalah sebuah kepercayaan dari etnis Ibrani yang sudah lahir sejak lama. Jadi adalah salah jika kita mengecap mereka itu orang jahat atau apalah.
       Di Indonesia, banyak sekali pihak yang ingin mendapat keuntungan melalui konflik sektarian. Seperti para politisi. Aksi kekerasan sektarian belum tentu berasal dari kesepahaman umat beragama. Kadang ada politisi yang sengaja mengadu domba umat beragama agar dapat menimbulkan kontroversi, sehingga ada kesempatan bagi mereka untuk menggoyang pemerintahan berkuasa. Ini adalah contoh politikus-politikus tolol yang tak berotak, yang hanya gila kekuasaan tanpa memikirkan bangsanya. Peristiwa seperti ini dapat menjadikan Indonesia sebagai contoh utamanya, sebuah negara indah yang diisi politikus-politikus dungu yang berotak tahi lalat. Konflik sektarian masih sering terjadi di negeri ini. Insiden Maluku, Pembantaian Sampit, hingga penyerbuan gereja di Temanggung.
       Kaum minoritas biasanya menjadi korban para politikus yang haus kekuasaan. Dengan mangadu domba umat mayoritas dan minoritas, terciptalah sebuah nota kontroversial yang dapat mereka jadikan senjata untuk memprovokasi rakyat. Oleh karena itu pintar-pintarlah rakyat. Jangan mau menjadi makanan basi para politikus yang sinting. Konstitusi Republik Indonesia tentang perlindungan hak-hak minoritas sudah sangat bagus. Pemerintah tidak berat sebelah, tidak hanya mendukung Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia. Umat Kristen, Katholik, Buddha, Hindu, dan Konghucu, juga diperbolehkan beribadah sesuai keyakinan mereka masing-masing. Tak ada diskriminasi, sebab jika ada, itu karena mereka sendirilah yang membuat perasaan itu seolah-olah ada. Tak ada kesenjangan di antara umat beragama.
      Etnis juga tak menampilkan suatu bentuk diskriminasi apapun. Tragedi Sampit adalah sesuatu yang sangat disayangkan dan disesali. Kerusuhan anti-Cina yang pernah terjadi pada era Orde Baru juga menjadi tragedi nasional yang sangat penting untuk dicegah demi persatuan bangsa. Sekarang, ketika demokrasi tumbuh dan Indonesia menjadi salah satu negara paling demokratis di dunia, tak ada lagi konflik etnis. Etnis Cina bersatu dengan rakyat pribumi, melahirkan sebuah bangsa baru. Bukan bangsa pribumi, bukan bangsa Jawa, bukan bangsa Sumatera, bukan bangsa Papua, bukan bangsa Cina, melainkan bangsa Indonesia yang bersatu.
      Persatuan dapat dilihat sekarang ini. Bagaimana masjid bebas mengumandangkan adzan dan takbir pada hari raya. Bagaimana lonceng gereja berbunyi ketika kebaktian dan ibadah hari minggu. Bagaimana vihara dan candi-candi Buddha serta Hindu dipakai untuk beribadah. Bagaimana orang-orang dengan berbagai macam etnis berada dalam satu komunitas yang tidak pandang ras. Semua sangat jelas di sini, dan kami semua sebagai generasi muda berharap persatuan ini akan tetap utuh dan bahkan berkembang menjadi lebih baik.
     Namun, keganjalan justru terjadi di luar sana. Ketika Israel membantai banyak sekali orang-orang Palestina yang menuntut kemerdekaan. Yang paling menyakitkan adalah niat pemerintah, bukan rakyat, Israel yang berencana meruntuhkan Masjidil Aqsa, salah satu masjid paling bersejarah umat muslim, untuk membangun perumahan untuk orang Yahudi. Tak hanya itu, mereka juga membantai wanita serta anak-anak. Alasan mereka membunuh anak-anak Palestina dan Lebanon adalah karena suatu hari nanti, kelak anak-anak itu akan menjadi generasi yang paling menyimpan dendam pada Israel. Bagaimana tidak? Mereka melihat bagaimana negeri mereka diporakporandakan, bagaimana tentara zionis merobohkan rumah mereka, bagaimana mereka harus tinggal di kamp-kamp pengungsian karena rumah mereka dihancurkan, dan bagaimana mereka melihat orang tua mereka dibunuh di depan mata mereka sendiri. Tak ada ingatan lain di otak mereka selain warna darah. Dan itu disebabkan umat manusia yang masih kanak-kanak, masih mementingkan keperluan individualitas, masih merasa mereka yang terbaik. Masih hidup dalam bersuku-suku dan berkelompok.
       Anak-anak muda Israel menuntut pemerintah mereka menghentikan blokade atas Palestina. Tentu saja mereka teringat kisah mereka pada zaman Holocaust. Mereka membenci Hitler, amat sangat membenci orang itu melebihi apapun. Mereka tak ingin diperlakukan seperti itu lagi. Mereka ingin sekali meremukkan kepala Hitler dengan tangan mereka. Namun, apa bedanya mereka dengan Hitler jika mereka sendiri melakukan hal yang sama dengan orang paling keji tersebut? Pelan-pelan, namun pasti, kesadaran akan pluralisme tumbuh di kalangan generasi muda, meninggalkan para generasi tua yang kaku, kolot, dan egois. Kaum tua yang merasa diri mereka 'lebih berpengalaman' dan 'lebih pantas menjadi pemimpin' ketimbang anak-anak muda yang dianggap masih 'ingusan'. Justru itu salah. Kaum muda harus diberikan tempat dan suara lebih banyak demi masa depan dan perdamaian. Sebab mereka memiliki pemikiran yang lebih maju daripada orang-orang tua yang lebih cocok pensiun dan menghabiskan waktu dengan minum teh di beranda rumah.
Demonstrasi rakyat Israel di Tel Aviv. Rakyat Israel memandang pemimpin mereka sendiri adalah penjahat perang yang pantas diadili di Den Haag

      Perdamaian tak akan pernah tercipta selama pemimpin yang duduk di tahta kekuasaan masih orang yang sama. Perdamaian akan tercipta begitu dunia memiliki kesepahaman yang sama dan tak ada lagi diskriminasi ataupun penyingkiran. Tuhan menciptakan manusia adalah sama, sederajat, tak ada yang dianggap lebih unggul. Tidak ada yang namanya 'manusia pilihan Tuhan'. Semua manusia adalah sama. Tidak itu Kristen, Islam, Katholik, bahkan Yahudi sekalipun. Tak ada keistimewaan karena seorang manusia memeluk agama tertentu maka dia akan diagung-agungkan oleh Tuhan atau yang semacamnya. Semua agama memiliki ajaran yang sama. Jika mereka berbuat baik dan menjalani perintah-perintah Yang Maha Esa serta menjauhi larangan-Nya, maka mereka akan ditempatkan di sisi Tuhan yang Maha Mulia. Sebaliknya, jika mereka sangat kotor, penuh dosa dan mengingkari Tuhan, maka mereka akan ditempatkan di tempat yang serendah-rendahnya. Tuhan tidak berat sebelah. Tuhan itu satu, kita yang membuat-Nya terlihat berbeda-beda. Dan salah satu perintah Tuhan yang paling mutlak, yang sangat sulit dijalankan manusia adalah : Menciptakan kehidupan manusia yang damai, saling memahami, tak ada permusuhan, dan tak ada bentuk permusuhan. Buatlah dunia menjadi surga bagimu dan surga bagi orang lain. Maka orang-orang seperti itulah yang akan mendapat tempat yang paling mulia di sisi-Nya.

Seorang anak Irak tak sanggup melihat rumahnya yang roboh
Seorang anak Irak terluka parah setelah terkena bom
Anak-anak Irak sangat trauma pada bom dan darah
Seorang anak melintas di depan kendaraan tentara NATO untuk sekolah
Kemiskinan di Afganistan memaksa orang-orang bertahan hidup dengan mencuri
Setiap hari, anak-anak Afganistan di perbatasan selalu memandangi keindahan negara tetangga
Air mara sia-sia menanti kesadaran dunia akan penderitaan
Bahkan para pria tak akan sanggup menahan air mata kehilangan di tanah Palestina
Di Palestina, sudah banyak sekali air mata berjatuhan
Apakah ini perbuatan seorang manusia?
'Nak, di mana orang tuamu?'. 'Mereka sedang berbaring dan tak pernah membuka mata lagi.'
Apakah jeritan minta tolong ini tak cukup untuk menyadarkan dunia?
Pembantaian Shabra-Shatila, Holocaust abad 20
Tak ada yang tahu apakah anak ini akan selamat atau tidak
      Namun, di balik semua itu, hati manusia masih berbicara. Manusia bukanlah mesin yang bisa dipakai sesuai kehendak untuk melakukan sesuatu. Manusia memiliki perasaan yang sensitif, yang bahkan meski dilatih seperti apapun perasaan itu tak akan pernah luluh. Seperti apapun usaha para militer untuk melenyapkan jiwa kemanusiaan yang dimiliki tiap individu itu, tak akan berhasil. Perasaan apakah itu? Entahlah. Perasaan manusia. Mungkin itu kata yang paling dekat dengan kenyataannya. Yang jelas Tuhan menciptakan perasaan itu tanpa ada sesuatu apapun yang bisa mengubahnya. Bahkan dalam keadaan perang sekalipun. Hati sebagai manusia akan berpikir dua kali sebelum melakukan sesuatu. Bahkan pembunuh berdarah dingin sekalipun.
      Pernahkah kau berpikir menjadi seorang tentara? Atau minimal membayangkan perasaan mereka ketika harus melepaskan tembakan. Saat itu, sebagai manusia, kadang-kadang mereka berpikir. Apakah perbuatan mereka itu benar? Jika mereka salah, meski itu benar-benar musuh sekalipun, itu artinya mereka telah membuat sebuah keluarga kehilangan anak laki-lakinya atau seorang wanita kehilangan suami atau anak-anak kehilangan ayah mereka. Menjadi seorang militer adalah tanggung jawab besar yang mungkin saja dapat membuat seseorang merasa bersalah seumur hidup.
       Di Palestina, Irak, dan Afganistan, kau tak akan pernah tahu kapan orang-orang yang berharga bagimu akan pergi. Tak peduli apa keyakinanmu, apa rasmu, dan apa pekerjaanmu. Tidak peduli kau rakyat sipil atau tentara. Ketika kau bersenda gurau dengan teman-temanmu, mungkin kau akan berpikir apakah kalian bisa saling bicara seperti itu esok hari. Apakah kau masih diberi kesempatan bernapas atau tidak. Apakah waktumu sudah habis atau belum. Kau tak akan pernah tahu kapan bom akan meledak, atau dari mana peluru akan menyasar. Kau bisa saja mati saat bangun tidur, atau parahnya, ketika tidur itu sendiri. Tak terhitung jumlahnya berapa orang yang tewas saat tengah terlelap. Jika kau seorang paranoid, untuk memejamkan mata sekalipun kau tak akan pernah berani. Bahaya selalu mengancam di tanahmu. Kau tak akan bisa hidup damai di tanah airmu sendiri. Apa yang akan kau rasakan saat itu? Muak? Haha. Apa yang akan kau rasakan ketika melihat mereka meronta-ronta. Orang tuamu tergeletak di tanah dengan mata terpejam dan menyungging senyum karena berpikir anak mereka bisa hidup lebih lama. Apa yang akan kau lakukan? Menangis? Berteriak? Semua sia-sia. Yang bisa kau lakukan hanya menekuk lutut dan melamun, atau memeluk kedua kakimu sendiri. Hanya itu. Sendirian...
      Di lapangan, marilah kita buktikan. Bahkan di tengah medan tempur Timur Tengah sekalipun masih ada jiwa kemanusiaan dalam diri mereka para tentara NATO.
Rachel Corrie adalah seorang pahlawan bagi rakyat Palestina yang gugur dalam upayanya membela warga Palestina
Rachel Corrie, seorang aktivis kemanusiaan Amerika di Palestina, meninggal dilindas buldoser Israel
Tentara Amerika Serikat memberikan permen pada seorang anak Irak
Seorang prajurit berbuka puasa bersama wanita Irak
Tolong menolong masih diterapkan di sini
Ayo selamatkan nyawa yang hilang sia-sia
Keakraban antara anak-anak Irak dan tentara Inggris kadang terjadi begitu saja
Kita baru akan menyadari semua adalah salah di pengakhiran, dan ini disebut penyesalan
Memang perdamaian adalah sesuatu yang paling indah, setidaknya di dunia ini
Manusia adalah makhluk yang tak akan sanggup hidup sendirian
Tak ada yang tahu. Apakah anak ini masih bisa tersenyum esok hari? Atau prajurit ini bisa bertemu keluarganya lagi?
Jiwa kita sebagai manusia hanya akan kandas ketika nadi berhenti berdenyut

      Manusia adalah makhluk yang paling benci mengakui kalau dirinya tak bisa hidup tanpa orang lain. Begitu banyak perbedaan dalam manusia, harus diakui itu. Tanah air, warna kulit, agama, etnis, dan banyak lagi. Tapi apa ada masalah dengan itu? Bukankah seharusnya perbedaan itu yang membuat kita kuat? Bukankah jika batu bertemu air, dengan kata lain sesuatu yang berbeda, akan saling menerima satu sama lain? Berbeda dengan batu dengan batu. Mereka akan saling terpental. Dengan kata lain, justru jika semua manusia berwujud sama dan berkeyakinan sama itu akan menimbulkan pertentangan. Namun, lihat. Perbedaan justru membuat kita terjebak dalam pemikiran-pemikiran rumit yang tidak rasional.
      Haruskah kita menitikkan air mata dan bersenandung lagu sedih kala berduka? Mengenang mereka yang sudah tiada karena pertempuran yang sia-sia? Lihat. Darah ada di mana-mana di sana. Kematian, kelaparan, kemiskinan, dan kesendirian. Empat pilar penderitaan itu adalah yang paling sering menjadi pemicu utamanya. Saat mereka yang tamak memanfaatkan kekuasaan untuk menyingkirkan mereka yang dirasa tidak perlu, yang dianggap hanya pengganggu ras dan etnis serta agama, adalah makhluk yang paling dibenci Tuhan. Tidakkah kalian menyadari itu?
      Atheisme bermacam-macam. Tidak hanya berarti kau tidak pergi ke masjid untuk shalat, atau ke gereja untuk kebaktian, atau ke sinagoge untuk beribadah. Ada satu bentuk atheisme yang dilupakan para pemimpin dunia sampai hari ini. Kau tahu? Ketika kau membunuhi orang-orang yang tak bersalah, itu artinya kau sudah menyalahi ajaran-Nya. Berperanglah ketika kau harus berperang, dan akhirilah selama kau bisa mengakhirinya. Tak ada agama yang menganjurkan peperangan dan pembantaian. Hanya ada perang untuk melindungi agama, tetapi kasus ini berbeda dengan yang ada di Irak, Afganistan, Palestina, dan apalagi, Lebanon. Semua karena ketamakan manusia belaka. Itulah yang membuat manusia terlihat sebagai makhluk paling rendah di mata orang-orang.
       Manusia dilahirkan dengan jiwa yang bersih. Seiring berjalannya waktu, jiwa mereka mulai kotor setelah mereka perlahan-lahan memahami arti dunia yang sebenarnya. Manusia memang tak luput dari kesalahan. Manusia yang luput dari kesalahan adalah mustahil, karena kita bukan utusan-Nya. Oleh karena itu, kita semua harus tahu. Bahwa kemutlakan hanya dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Esa, tak ada yang lain. Meski manusia yang bersih sempurna adalah mustahil, tetapi bukannya mustahil bagi kita untuk berusaha membuatnya tidak terlalu dominan. Jangan menutup mata pada tragedi duniawi. Itulah kehidupan, dan karena itu belajarlah darinya. Hindari hal itu terulang lagi. Karena hanya kita para generasi muda yang sanggup memperbaiki dunia yang sudah babak belur ini.
      Ketika kau menyesali sesuatu karena sesuatu, dan kau menyadari itu adalah salah, maka yang akan kau lakukan paling maksimal adalah menangis. Apa yang akan kau lakukan? Membayar dengan uang? Atau dengan nyawamu? Konyol! Itu karena kebodohanmu di masa lalu dan yang lalu biarlah berlalu. Kau harus bisa menatap masa depan tanpa mencoba menoleh dan melakukan hal yang sama dengan apa yang telah kau lakukan di masa lampau. Sekarang, mereka sadar bukan? Manusia hanya akan mengakui dirinya bersalah ketika semua sudah benar-benar terlambat...

Ketika bumi berguncang, dan musik mengalun...
Pelan mambawa duka, terlintas ketika mereka bernyanyi...
Tibalah prajurit kecil, berbaris pulang...
Berbaris pulang, tak hiraukan apa yang ada...

Tersenyumlah wahai manusia...
Karena Tuhan memberikanmu air mata...
Karena Tuhan menjadikanmu manusia...
Yang peka terhdapa rasa, cita dan duka...
Wahai kalian manusia, sungguhlah rendah...

 Di mana perdamaian?
Biarkan itu tunduk, karena Tuhan telah menjadikannya budak kita.
Benarkah? Kurasa tidak.
Apa yang buat kau bisa bilang demikian?
Selama air mata masih menderai, dan tawa seolah hilang ditelan asa,
Maka kau hanyalah pecundang jalang yang tak punya apa-apa,
Wahai manusia...

Wahai manusia...
Wahai manusia...
Tersenyumlah...

Jangan harapkan damai,
Jangan artikan damai,
Jangan rindukan damai,
Karena dia hanya akan datang, 
Ketika bumi telah diruntuhkan Tuhan...

Tersenyumlah,
Tersenyumlah,
Wahai manusia...