Selasa, 03 Mei 2011

10 Rivals of the United States after the Soviet Era

     Amerika Serikat adalah sebuah negara adidaya, yang ditakuti dan disegani dunia internasional. Amerika Serikat mulai menganggap dirinya adalah polisi dunia sejak kemenangan pihak Sekutu dalam Perang Dunia I, dan setelah Uni Soviet runtuh pada 1991. Dalam jangka waktu yang cukup lama, pemerintah Amerika Serikat mulai lupa pada daratan. Mereka merasa semua kebijakan mereka adalah benar dan tak ada yang boleh menyalahkan. Dalam operasi militer di Irak misalnya. Presiden George W. Bush hanya memberikan opsi 'jadi sekutu kami' atau 'jadi lawan kami' pada dunia internasional. Namun, tak semua negara di dunia sudi dikendalikan oleh permainan Amerika Serikat. Berikut adalah 10 negara yang dianggap rival dan bahkan ancaman bagi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.

1. Republik Rakyat Cina
     Republik Rakyat Cina didirikan oleh Mao Zedong pada 1949 setelah berhasil menggulingkan kekuasaan Kuomintang yang terpaksa melarikan diri ke Pulau Formosa (sekarang Taiwan). Sudah sejak lama hubungan Republik Rakyat Cina dan Taiwan (Republik Cina) diwarnai kericuhan. Taiwan yang disokong Amerika Serikat otomatis membuat hubungan Republik Rakyat Cina dengan negara adidaya itu ikut memburuk. Didasari oleh perbedaan ideologi, yaitu Amerika Serikat yang liberal dan Republik Rakyat Cina yang komunis, kedua negara saling berebut pengaruh atas dunia. Dulu, ketika Republik Rakyat Cina masih belum sekuat sekarang, mereka hanya bisa mengalah dan menarik diri dari Taiwan yang dibela mati-matian oleh Amerika Serikat. Namun kebangkitan ekonomi yang pesat, yang membawa Republik Rakyat Cina menjadi negara adidaya ekonomi yang baru, membuat negara ini mulai memandang rendah Amerika Serikat yang dianggap sudah 'renta'. Ekonomi Amerika Serikat mengalami kemerosotan tajam akibat pembiayaan perang yang disponsori Bush junior di Irak dan Afganistan. Ini membuat Amerika Serikat terancam gagal bayar hutang atau dengan kata lain, bangkrut. Republik Rakyat Cina adalah rival utama Amerika Serikat dalam meraih keunggulan atas dunia.
Presiden Republik Rakyat Cina, Hu Jintao


2. Rusia
     Federasi Rusia adalah negara terluas di dunia yang merupakan pecahan utama dari Uni Soviet. Meski tidak sehebat masa Uni Soviet, negara ini tetap kontra dan sering sekali bertentangan pendapat dengan Amerika Serikat. Federasi Rusia mulai menjauhi Amerika Serikat dan mendekati Republik Rakyat Cina setelah mantan anggota Pakta Warsawa memutuskan bergabung dengan NATO. Hal ini juga yang membuat Rusia enggan bergabung dengan Uni Eropa, sebuah organisasi regional yang didominasi negara-negara pro-Amerika. Dengan kebangkitan ekonomi yang pesat, Rusia tengah berusaha mati-matian mendapatkan kembali gelar adikuasanya yang hilang setelah Uni Soviet jatuh. Rusia adalah sekutu abadi Republik Rakyat Cina dan negara-negara yang senantiasa menjauhi Amerika Serikat.
Presiden Federasi Rusia, Dmitry Medvedev


3. Korea Utara
     Semua negara akan ketakutan begitu mendengar isu tentang negara termiskin di Asia Timur ini. Korea Utara adalah musuh abadi sekaligus negara serumpun tetangganya, Korea Selatan, yang berhaluan komunis dan anti-Amerika. Korea Utara dianggap negara pembangkang yang mengembangkan senjata nuklir ilegal dan terang-terangan menentang setiap kebijakan Amerika Serikat dan Barat yang cenderung berat sebelah. Hal ini membuat Korea Utara mendapat sangsi ekonomi yang membuat negara ini terancam krisis pangan. Satu hal lagi yang menambah kebencian Korea Utara pada Amerika Serikat adalah, keterlibatan negara itu dalam Perang Korea 1950 di mana Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, dan 16 negara lain berada di pihak Korea Selatan. Korea Utara adalah negara yang paling terang-terangan dan secara frontal menyampaikan pada publik bahwa mereka membenci Amerika Serikat. Republik Rakyat Cina, sekutu abadi Korea Utara, adalah penyuplai makanan terbesar Korea Utara setelah Korea Selatan memutuskan menghentikan bantuan pangan ke negara tetangganya itu. Secara militer, negara miskin ini dibantu oleh Rusia, Republik Rakyat Cina, dan Pakistan.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Il


4. Iran
     Iran adalah sebuah negara besar di Teluk Persia yang berbatasan langsung dengan Irak, tetangganya yang pernah terlibat perang pada 1980-1988. Perang Irak-Iran berlangsung akibat Revolusi Islam di Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini berhasil menumbangkan rezim Shah Iran. Saddam Hussein yang takut revolusi itu menular ke negaranya, langsung melancarkan invasi ke Iran yang berhasil dipatahkan. Setelah Amerika Serikat menumbangkan Irak pada 2003, Iran seolah bangkit menjadi kekuatan regional yang stabil. Kebijakan yang keras terhadap Israel, dukungan yang kuat terhadap Hezbollah Lebanon, hubungan yang erat dengan Suriah, dan dukungan terhadap mayoritas syiah Bahrain membuat Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya membenci negara kaya minyak bumi ini. Iran, dibantu dengan Rusia, dicurigai telah mengembangkan senjata nuklir secara rahasia. Iran maupun Rusia membantah pernyataan itu, bahkan pihak Iran memperbolehkan badan atom dunia IAEA memeriksa pengembangan nuklirnya. Hasilnya? Iran terbukti tidak mengembangkan senjata nuklir sama sekali. Namun, Amerika Serikat dan sekutunya tetap menjatuhkan sangsi ekonomi pada negara ini dan embargo senjata yang akan terus berlangsung selama Iran belum melucuti pengayakan uraniumnya. Ini disebabkan karena Iran dapat mengganggu stabilitas Israel di kawasan. Amerika Serikat ingin Israel tetap menjadi negara terkuat di Timur Tengah, dan ini tak bisa terkabul selama Iran masih berdiri dan menjadi guncangan hebat jika Israel berbuat macam-macam pada tetangga-tetangga muslimnya.
Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad


5. Brazil
     Brazil, negara terluas di Amerika Latin, adalah rival Amerika Serikat yang memenangkan pengaruh di Amerika Latin. Amerika Serikat gagal menyebarkan pengaruhnya ke negara-negara tetangga di selatan karena dirinya terlalu sibuk mengurusi Eropa dan Asia. Alhasil, Amerika Latin jatuh ke tangan kendali Brazil. Berbeda dengan Amerika Utara yang mengembangkan liberalisme, Amerika Selatan justru mengembangkan neo-sosialisme. Ini bertentangan langsung dengan kehendak Amerika Serikat, yang menginginkan dunia dikuasai ideologi yang ia anut. Brazil sering bertentangan pendapat dengan Amerika Serikat. Protokol Kyoto, sebuah perjanjian pengurangan gas emisi dunia, yang dimanfaatkan negara-negara maju untuk mendesak negara-negara berkembang, justru dipakai oleh Brazil untuk menyerang balik Amerika Serikat dan sekutunya. Brazil, Rusia, Republik Rakyat Cina, India, dan Indonesia juga menentang adanya liberalisasi perdagangan rancangan Amerika Serikat yang dianggap menguntungkan Barat. Brazil, Rusia, India, dan Republik Rakyat Cina juga mendesak Amerika Serikat mengurangi gas emisi terlebih dahulu karena negara adidaya itu adalah penyumbang gas emisi terbesar di dunia. Brazil adalah negara yang paling disegani di Amerika Latin. Negara ini dianggap mapan, baik secara ekonomi maupun militer.
Presiden Brazil, Dilma Rousseff


6. India
     India awalnya hanyalah negara berkembang yang menjadi Persemakmuran Inggris. India kemudian menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam bidang ekonomi dan militer, menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat kedua setelah Republik Rakyat Cina. India adalah salah satu rival Amerika Serikat dalam meraih kekuasaan ekonomi. Berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan yang berada di bawah kendali dan naungan Amerika Serikat, India adalah negara yang cenderung menjauhi Barat dan lebih mendekatkan diri secara politis dengan sesama anggota BRICS. Sebenarnya ekonomi India belum bisa dinilai pesat, karena masih maraknya korupsi di negeri ini. Meski begitu, India tetap menjadi sebuah bangsa yang disegani dan memiliki kekuatan yang dahsyat. Jika Republik Rakyat Cina mendominasi ekonomi Asia Timur, Rusia mengendalikan Eropa Timur, dan Brazil menguasai Amerika Selatan, India keluar tanpa saingan setelah Pakistan terguncang dan menjadi negara terkaya di Asia Selatan.
Presiden India, Pratibha Patil


7. Pakistan
     Pakistan adalah pecahan dari India yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Negara ini, sama seperti India dan Israel, dicurigai memiliki senjata nuklir. Pakistan dan Iran memiliki hubungan diplomatis yang baik dengan Korea Utara. Kedua negara bahkan saling tukar teknologi dan persenjataan militer satu sama lain. Pakistan baru-baru ini dicurigai memberikan rancangan rudal moncong nuklir pada Korea Utara. Meski pemerintah Pakistan mengizinkan Amerika Serikat memasuki negaranya untuk mencari Osama bin Laden, sesungguhnya negara ini tetap dikuasai militan radikal yang kontra-Barat dan Amerika Serikat. Negara ini memang kecil, dan belum memiliki pengaruh yang kuat di dunia internasional. Bahkan meskipun ekonominya lebih baik daripada Korea Utara, sepak terjang Pakistan tidak sefantastis Korea Utara. Namun, tetap saja Pakistan berkali-kali menjadi ancaman stabilitas dunia akibat kegiatannya yang dianggap penuh misteri dan kurang transparan.
Presiden Pakistan, Asif Ali Zardari


8. Venezuela
     Negara yang termasuk anggota OPEC ini adalah sekutu utama Brazil dan Kuba yang anti-Amerika. Venezuela adalah negara yang terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya pada Amerika Serikat. Presiden Hugo Chavez memprotes invasi Amerika Serikat terhadap Irak dan Afganistan. Bersama dengan Republik Rakyat Cina, Rusia, India, Brazil, Jerman, Turki, dan beberapa negara lain, berpendapat pendekatan militer hanya akan berujung pada kesengsaraan dan penderitaan rakyat Irak dan Afganistan. Ternyata ini benar. Irak dan Afganistan jatuh ke dalam jurang kesengsaraan sementara pemerintah Amerika Serikat dan NATO yang ikut terjun dalam Operation Desert Storm seperti menutup mata dan menyembunyikan tangan atas kesalahan sendiri. Venezuela yang dekat dengan negara-negara Arab, adalah negara pertama di Amerika Latin yang menyindir negara adidaya tersebut. Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Teluk, Perang Afganistan, dan Perang Malvinas, menjadi pemicu utamanya.
Presiden Venezuela, Hugo Chavez


9. Libya
     Pengekspor minyak bumi yang terletak di Afrika Utara ini termasuk negara yang berani menentang Amerika Serikat. Di bawah kepemimpinan Kolonel Moammar Khadafy, Libya menjadi negara satu-satunya di Afrika Utara yang paling tidak menginginkan keberadaan Israel. Bahkan Khadafy pernah dicurigai membiayai terorisme di Skotlandia, yang membuat tentara Amerika Serikat mengebom Tripoli sebagai balasan. Sekarang, NATO tengah berusaha menjatuhkan rezim Khadafy yang dianggap tak bisa diajak 'bekerjasama'. Dengan menggunakan tameng sipil dan oposisi, ini diharapkan mampu menjatuhkan Khadafy seperti bagaimana rakyat menjatuhkan Ben Ali di Tunisia dan Hosni Mubarak di Mesir. Tetapi kenyataannya Khadafy nekat melakukan sesuatu yang hampir tak pernah dipikirkan kepala negara lain selain Saddam Hussein. Ia dengan tegas dan keras menyerang oposisi dengan kekuatan militer dan tentara bayaran dari Mesir, Chad, dan Aljazair. Khadafy tak akan sudi turun dari kekuasaannya, karena ia tahu, Libya akan menjadi boneka Barat apabila ia turun.
Pemimpin Libya, Moammar Khadafy


10. Suriah
     Suriah adalah sebuah negara mayoritas Sunni yang pemerintahannya didominasi syiah, berbanding terbalik dengan kondisi di Bahrain. Suriah di bawah Presiden Bashar al-Assad adalah negara yang menjadi sekutu utama Iran di kawasan, bersama dengan Qatar dan Lebanon. Meskipun kurang demokratis dalam politik, Presiden al-Assad dapat dengan sukses mengurangi pengangguran, menaikkan kesejahteraan rakyat, dan meningkatkan ekonomi Suriah. Ini membuat banyak orang menjadi simpati dan tetap mendukung al-Assad. Pihak yang menentang justru ada di selatan, di kota Daraa, yang dekat dengan perbatasan Suriah-Jordania. Namun, Amerika Serikat dan Inggris ketahuan terlibat dalam aksi pemberontakan ini. Kedua negara terbukti menyuplai kebutuhan para oposan yang sekaligus melanggar hukum internasional karena mencampuri urusan negara lain. Al-Assad lalu menggempur oposisi, sama seperti apa yang dilakukan Khadafy, guna memberantas tikus-tikus Barat di negaranya tersebut. Dibantu Iran, Hezbollah Lebanon, dan militan Palestina, Suriah tetap tegas dan meminta Barat tidak ikut mencampuri urusan dalam negerinya. Amerika Serikat dan Barat selama ini resah karena penguasa Suriah sangat dekat dengan Iran, yang dianggap berbahaya bagi Israel.
Presiden Suriah, Bashar al-Assad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar